Nafsul Insan (Jiwa Manusia)



NAFSUL INSAN

Jiwa manusia adalah pangkal kendali baik buruk manusia secara keseluruhan. Allah telah mengilhamkan (memberikan kebebasan memilih) kepada jiwa manusia untuk memilih jalan Taqwa atau jalan Fujur (kesesatan).

QS.91 Asy-Syams : 7-9
“dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)”.
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”.

Dalam hadist dikatakan: Rasulullah SAW bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hanif, lalu syaithan datang kepada mereka, kemudian menyimpangkan mereka dari agama mereka” . (HR. Muslim)

Pilihan itu sangat potensial bersaing untuk mendominasi jiwa manusia, bahkan bisa terjadi konflik berkepanjangan diantara keduanya.
Yang berkepentingan pada kedua pilihan tersebut adalah nafsu (al hawa) dan ruh (ar ruh). Nafsu cenderung untuk fujur dan ruh cenderung untuk takwa.

Dilihat dari dominasi ruh dan nafsu tersebut terhadap diri manusia, maka jiwa manusia itu dapat kita bedakan menjadi tiga keadaan sebagai berikut:

1.  Ruh di atas hawa nafsu (ruh lebih kuat dari pada hawa nafsu)
Pada kondisi ini manusia akan berorientasi atau punya kecenderungan untuk selalu berdzikir di setiap keadaan dalam rangka mengontrol diri, sehingga jiwa pun selalu merasakan ketenangan untuk selalu berbuat yang terbaik. Jiwa-jiwa yang seperti ini di dalam Al Qur’an disebut dengan istilah Nafsul Muthma'innah.

Ruh menguasai Hawa Nafsu;
QS.29 Al-Ankabut : 45
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Berorientasi Dzikir;
QS.3 Al-‘Imran : 191
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.

QS.13 Ar-Ra’d : 28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

Jiwa yang Tenang;
QS.89 Al-Fajr : 27-30
“Hai jiwa yang tenang”.
“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”.
“Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku”,
“Masuklah ke dalam Surga-Ku”.

Dari Abu Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, Katakanlah, ”Ya Allah, aku memohon kepadaMu jiwa yang tenang dan keimanan akan pertemuan denganMu, ridha atas ketentuanMu dan rasa puas atas pemberianMu” (HR. Ibnu Asakir)

2.  Ruh tarik menarik dengan hawa nafsu (ruh dan hawa nafsu seimbang)
Pada kondisi ini akal lah yang paling berperan dan akan terjadi konflik batin yang keras antara keinginan beramal shaleh dengan kecenderungan untuk berbuat maksiat, penuh kebimbangan. (pelaksanaannya fifty-fifty). Jiwa-jiwa seperti ini di dalam Al Qur'an disebut dengan istilah Nafsul Lawwaamah atau nafsu yang selalu menyesali diri.

Ruh senantiasa tarik menarik dengan hawa nafsu;
QS.4 An-Nisa : 137
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus”.

QS.4 An-Nisa : 143
“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”.

Berorientasi Akal (akal-akalan);
QS.2 Al-Baqarah : 9
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar”.

Jiwa yang selalu menyesali diri;
QS.75 Al-Qiyamah : 2
“dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”.

Dari Ibnu Umar RA Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang munafik itu seperti domba yang tersesat di antara dua kambing. Kadang ia bergabung dengan kambing ini dan kadang bergabung dengan kambing yang satu lagi, dan tidak tahu mengikuti kambing yang mana”. (HR. Ibnu Jarir)

3.  Ruh yang di bawah pengaruh hawa nafsu (Hawa nafsu lebih dominan dibandingkan ruh)
Pada kondisi ini manusia akan dikuasai oleh syahwatnya (keinginan untuk bersenang-senang), dan berikutnya jiwa akan selalu menyuruh untuk melakukan hal-hal buruk (maksiat). Kondisi jiwa seperti ini di dalam Al Qur’an disebut dengan istilah Nafsul Amaratu bis-su' yaitu nafsu yang selalu menyuruh pada keburukan.
Ruh dibawah pengaruh dan dikuasai hawa nafsu;
QS.25 Al-Furqaan : 43
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

QS. 45 Al-Jatsiyah : 23
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Berorientasi syahwat;
QS.3 Al-‘Imran : 14
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Jiwa yang selalu menyuruh kepada kejahatan;
QS.12 Yusuf : 53
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”.

Rasulullah SAW bersabda, “Tiada aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada fitnah wanita”.
Rasulullah SAW bersabda, “Dunia merupakan harta benda, dan harta benda yang paling baik ialah wanita yang shalehah. Jika dipandang, ia menyenangkannya, jika disuruh ia taat, jika ditinggal ia menjaga kehormatan diri dan harta suaminya”.






Materi Liqo
Ahad, 12 Maret 2017
Anis Nurlaeli



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MUWAAFAQATUL AQWAAL BIL AF’AL

Thoqotul Insan (Potensi Manusia)